Penantian

Ketika mentari mencium garis cakrawala yang berpulang pada langit, aku melihatnya bercermin pada laut yang percikan airnya gemericik menghempas pada karang. Dia terlihat merenung pada mentari yang warnai alam dengan kuning dan merahnya. Tubuhnya tua tapi tegar menatap gagah pada kehidupan yang sudah menua. Ditemani udara hangat yang perlahan mulai menggauli dingin dan beku perhiasan malam.
Sepertinya dia masih menggantung harap pada kata yang aku ucap dengan tulus puluh tahun yang lalu. Aku tak percaya hal ini ada pada dunia. Aku terbelenggu rantai dosa yang mengikat erat hasrat kerinduanku,  hingga tak kuasa melangkah. Aku terus menatap sesosok rapuh yang tenang dan berkidung pada debur ombak. Sepertinya dia tersenyum kepada sunyi dan menikmati tertutupnya tirai siang hari.

Aku melangkah akhirnya, karena akupun adalah jasad pesakitan dengan hatimu sebagai obatnya. Perlahan akhirnya aku mencapai tubuh rapuhmu. Kusentuh ragu pundakmu yang membuatmu terkejut. Ya tuhan aku semakin tak bisa memaafkan diriku. Karena bahkan tangkapan tangan terkejutmu, pada tangan yang memegang pundakmu seirama dengan puluhan tahun lalu. Kau perlahan menoleh padaku, dan jelas kulihat kerut menua pada wajahmu. Kau tersenyum tercekat dan alirkan bening keindahan dari keriput matamu. Bibirmu bergetar dan ucapkan kata yang membuatku kembali jadi raja pada kisah kita.
"Kau datang,.."
Aku tidak bisa menjawab, aku bersimpuh pada lututnya dan berterima kasih pada semua hadiah terbesar dari jagat padaku. Aku tak bisa menjawab karena getaran pada nuraniku mencegahnya. Aku tidak bisa menjelaskan semua kisahku padanya. Karena melihatnya ada untukku sampai saat ini adalah hal yang tidak bisa ditebus untuk alasan apapun. Kaupun berkata:
Aku hanya punya dirimu sebagai hartaku.
Apapun jumlahnya pada diriku akan kubingkai dengan indah dihatiku.
Bangunlah pada hadapku karena tidak sepantasnya sosok penantianku serapuh ini.
Kedatanganmu saat ini adalah jawab pada jutaan doaku.
Aku sudah lewati hari dimana aku telah anggap kau memori.
Aku masih disini hanyalah untuk mengenangnya.
Bilamana kau baru datang hari ini, aku tidak akan menyalahkanmu.
Bilamana kau baru datang hari ini, itu berarti cinta itu ada.
Akupun menjawab:
Sayang aku bertolak bermodal harap pada kebahagiaan kita.
Tanah seberang ternyata tidak seindah yang diceritakan.
Aku adalah domba ditengah serigala dinegeri para tuan.
Dimana Kejujuran dan kebajikan adalah tipuan.
Dimana akan dipotong bila musim jagal tiba.
Dimana belatinya adalah muslihat.
Dan aku mati karena tidak berkhianat.
Dan hari berikutnya aku terbunuh asa diujung sana.
Hanya pada bayangmu aku kembali bermakna.
Kerinduanku padamu menyiksaku.
Aku tidak bisa kembali karena aku dikurung kebodohanku sendiri.
Aku lewati hari, dengan merapuhnya kesadaran karena kehilanganmu.
Akupun sudah lewati hari dimana dirimu sudah bernisan dihatiku.
Dimana pada malam sepi aku berziarah pada makammu dihatiku.
Hingga akhirnya doaku pada tuhan dikabulkan.
Doa untuk tepati kembali dipantai kita.
pantai inilah  yg mnjadi saksi beberapa tahun silam, di saat kita bersama mengikrarkan janji setia..
dan kini aku menagih janji itu, apakah jawabmu..?
Kaupun menyahut.
Kau datang disaat senja usia kita.
Tapi cintaku itu abadi.
Aku akan kembali mendampingmu hingga tutup mata kita karena cinta sesungguhnya tak pernah kenal waktu...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melihat Pesona Pohon Menari Di Pantai Sikara-Kara

Aku & Sinunukan Dalam Potret

Potret Hitam Putih Kehidupan